Kamis, 30 September 2010

Republik Lele Bukan Fiksi..........

Profile
H.M. Akas Alamuddin
Pelopor Budidaya Lele Indonesia Dari Pare Kediri



Baunya khas, rasanya gurih, dan bergizi . Pengolahannya pun mudah . Itulah Lele. Tidak keliru jika ikan bersungut ini semakin naik pamornya. Dari kuliner di pinggir jalan sampai restaurant. Bahkan kota besar pun tidak luput dari demam Lele. Seperti Jakarta yang sudah ada rumah makan khusus menyajikan menu olahan Lele.
Saking senangnya dengan lele, kadang tidak terfikir bagaimana runtutan perjalanan lele dari beyong (benih lele) sampai ukuran yang siap konsumsi. Perjalanan ikan bertubuh licin ini di Indonesia dimulai dari Lele Lokal (Clarias Batracus ) sampai akhirnya ditemukan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus). Disinilah pentingnya sejarah yang di ceritakan oleh praktisi lele yang juga pelopor pembenihan maupun budidaya lele, H. M Akas Alamuddin, di rumahnya yang beralamat di Jl. Asparaga no. 21 Tegalsari Tulungrejo Pare Kediri. (0354-392542) “Inilah pentingnya sejarah per-lele-an di Indonesia, jangan sampai nantinya generasi mendatang salah memahami perkembangan Lele”.

Temukan Teknik Kawin Alami
Dari beliaulah, awal sejarah pemijahan lele tercipta. Sistem atau teknologi yang kemudian di kenal dengan nama teknik Kawin Alami (dipasangakan langsung di kolam pemijahan). “ Sebelum menemukan teknik ini, pemijahan lele dumbo menggunakan teknik injeksi hipofisa yang memakan waktu dan biaya lebih tinggi. Hasilnya pun kurang maksimal antara 10-15 ribu saja, sedangkan dengan kawin alami lebih praktis dan hasilnya bisa maksimal yaitu 50-100 ribu per induk”, Akas membandingkan.

Berdasar pengalaman tersebut , Ia menuturkan sejarah pembenihan pemijahan dan budidaya lele . “ Sejarahnya dimulai 1980 dengan lima tahapan.

Pertama, System Tradisional Plus. Jenis Lele yang dikembangkan Lele Lokal (Clarias Batracus). Pemijahannya dikenalkan oleh Bapak Mahfudz dari Blitar sekitar tahun 1980 -1982.”, Katanya. Dalam pemijahan ini, kolam letaknya dipinggir sungai, bagian pinggir kolam diberi gentong-gentong. Induk (jantan-betina) dimasukkan ke kolam secara massal yang akan mencari pasangan sendiri-sendiri. Setelah menetas dalam gentong beyong diambil dan dipelihara di kolam lain. Makanannya tradisional buatan sendiri.

Kedua, Sistem Semi Intensif. Tahun 1982-1984. Jenisnya masih Lele Lokal. Di kenal dengan pemijahan model Akas Pare. System ini dengan memasangkan Induk jantan dan betina dalam kolam dengan konstruksi bertanggga tiga dengan ukuran kolam 50 x 150 cm. Air yang dipakai air sumur. Setelah beranak beyong diambil dan dipelihara dalam kolam semen atau tanah. Pakan masih buatan sendiri.

Ketiga, dikenal dengan Masa Transisi /Peralihan Masa ini terjadi pada tahun 1984. Ditandai dengan masuknya Lele Dumbo ke Indonesia melalui tiga pintu.
• Departemen Pertanian, Diren Perikanan, dikembangkan di Balai Pusat Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPAT) Sukabumi, dengan pengelolanya Ir. M Abduh.
• Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya Malang, dengan dekan Ir. Lidwina Sutini yang bekerjasama dengan Belanda yang diwakili oleh Mr. Freight Heisen (sekarang pemilik Aqua Farm) untuk mengembangkan Lele Dumbo di Indonesia.
• Pengusaha perikanan “Tirto Unggul” milik Edi Semarang

Keempat, tahun 1984-1986 yang juga dikenal dengan sistem awal intensif. Jenis yang dikembangkan Lele Dumbo. Pemijahan dilakukan dengan teknik injeksi hipofisa lalu di stripping, selanjutnya beyong dipelihara dengan intensif di kolam semen/tanah. Dalam hal pakan dapat menggunakan pakan buatan sendiri atau pakan starter ayam petelur, atau pakan lele import. Karena pabrik pakan ternak di Indonesia belum memproduksi pakan khusus untuk lele.

Kelima, Dikenal dengan sistem Intensif, dimulai 1987 sampai sekarang. Pemijahan dilakukan dengan teknik Kawin Alami. Induk-induk dipasangakan langsung dikolam pemijahan. Setelah menetas beyong dipelihara dengan intensif dikolam beton/ tanah/terpal. Pakan sudah menggunakan pakan pabrikan.

Pare Sentra Lele
Kedekatan dengan pelopor pembenihan dan daya dukung lingkungan menjadikan Pare, sebuah kota kecamatan di Kabupaten Kediri, mempunyai nilai lebih untuk pembenihan lele. “Iklimnya mendukung. Dan yang lebih penting sebagai media pokok adalah air. Kualitas air di Pare beda dengan daerah lain, ini yang tidak dimiliki daerah lain”, Ungkap Akas.

Karena faktor geografis dan keuntungan finansial yang cukup menggiurkan, pembenihan lele menjadi usaha favorit di Pare . Tidak heran jika daerah ini menghasilkan beyong antara 50.000.000 – 100.000. 000 (lima puluh juta sampai seratus juta) setiap bulannya. Dampak dari prospektifnya usaha ini, sudah menyebar ke daerah lain sekitar Pare seperti Gurah, Kandangan, Papar, Plosoklaten, bahkan seluruh Kabupaten dan Kota Kediri.

“ Sebenarnya dari Pare inilah awal distribusi beyong untuk memenuhi permintaan petani pembesaran Lele di Indonesia. Pangsa pasarnya sudah menasional, dari Jawa Timur seperti Jombang, Nganjuk, Mojokerto, Lamongan, Bojonegoro, Tulungagung, Sidoarjo, Jember. “ Seluruh wilayah Jawa Timur, bahkan sampai ke Jawa Tengah ( Solo, Boyolali Magelang dan lain-lain), Jogjakarta, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Lombok”.

REPUBLIK LELE (12-12-1985)
Melihat potensi yang menjanjikan untuk budidaya lele, Sarjana Pelayaran tahun 1971 ini mencoba menekuni budidaya lele sejak 1981. Berawal dengan kolam lele 16 petak, Ia mendirikan REPUBLIK LELE pada 12 Desember 1985. Menurutnya, REPUBLIK LELE pada saat itu direstui oleh beberapa pihak, selain teman-teman petani lele disekitarnya juga direstui oleh :
1. Bapak Ir. Isnun Isnantopuro, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kediri
2. Bapak Ir. Sodi Siswomihardjo, Kepala Balai Benih Ikan “K. Susilo Utomo”, Pare
3. Bapak Prof. Dr. Rustija, Guru Besar Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya malang
4. Mr. Freight (Sekarang Pemilik Aqua Farm Indonesia), Pakar Ikan lele dari Belanda yang sedang bekerjasama dengan Universitas Brawijaya Malang.

Berbekal pengalaman dan ketekunan dalam budidaya, Pada 2010 kolamnya telah berkembang pesat. “ Pada 2010 ini sudah menjadi 400 petak, semuanya kolam beton/ semen dengan produksi rata-rata 70-80 ton per bulannya” Ujar bapak lima anak ini. Dengan dibantu oleh anak-anakanya, terutama 3 orang yaitu Laili, Yaya dan Uthon yang membawahi 16 karyawan, Akas menaikkan target yang lebih tinggi lagi. “Pada 2011 saya canangakan mampu memproduksi minimal 100 ton per bulan”, ungkapnya bersemangat.

Keberhasilannya dalam budidaya lele tentu saja tidak dapat dilepaskan dengan kejeliannya memilih pakan. Dalam hal pakan, sejak 1987, Akas selalu memakai pakan buatan pabrik. Pakan ini dari CP Prima ( 781 ) dan Comfeed, meskipun Ia pernah mencoba-coba pakan pabrikan lain. Tetapi akhirnya toh kembali juga ke pakan dari kedua pabrikan tersebut. “ Saya menggunakan pakan CP Prima 75% dan Comfeed 25%”, katanya tanpa teding aling-aling.

Merambah Ruminansia
Belum puas bergelut dengan dunia air, Lelaki energik yang hobi Olahraga ini, merambah hewan darat. Lagi-lagi ia tidak menggunakan sistem yang selama ini dilakukan kebanyakan peternak ruminansia. Ia ingin menciptakan teknologi formulasi pakan yang agak nyleneh dari kebanyakan peternak. “Saya tertarik dengan ruminansia. Tetapi kalau semua mengandalkan bahan baku mahal keuntungannya tipis. Saya ingin beternak tapi tanpa hijauan segar atau rumput tetapi biaya rendah”, kata Wakil Ketua KTNA Kabupaten Kediri ini.

Berkat ketekunan dan kejelian mengamati potensi daerahnya, akhirnya Ia menenemukan formulasi pakan yang memanfaatkan limbah pabrik dan limbah pertanian. “Kedua limbah ini, saya fermentasi dan hasilnya ternyata lebih tinggi daripada sistem peternak lain”, katanya. Maka pada 2005 ia memproklamirkan              “ Padepokan Ruminansia” yang saat ini telah memelihara ± 1000 ekor kambing/ domba dan ± 50 ekor sapi. Tidak sebatas itu, Ia pun menciptakan pupuk organik yang diolah dari kotoran kedua jenis ternak tersebut. “ Pupuk ini ternyata memberi nilai tambah untuk produktifitas pertanian”. Tidak jarang stock pupuknya sampai kehabisan dibeli petani sekitarnya.
Ingin berkunjung ? Lelaki ini tidak pelit membagi ilmunya. Buktinya, banyak kunjungan yang Ia terima. Baik study banding, PKL baik dari instansi, kelompok tani, mahasiswa, pelajar dan lain-lain, baik dari Jawa Timur bahkan seluruh Indonesia. Tidak sebatas itu, dari negeri tetangga , Malaysia, juga pernah berkunjung. Sudah ada 9 kerajaan negeri dari Malaysia yang sudah berkunjung/study banding ke Republik Lele dan Padepokan Ruminansianya. Ingin bukti ?....... Silahkan datang sendiri……………………………..

 Istana Presiden Republik Lele......

Maskot Lele......

Hari Proklamasi Republik Lele.....